Jakarta, Diskresi.com – Kementerian Kesehatan RI pada Rabu (20/8/2025) menyerahkan sertifikat eliminasi kusta (leprosy), filariasis limfatik (lymphatic filariasis), dan frambusia (yaws) kepada sejumlah daerah di Indonesia. Acara berlangsung secara hybrid melalui Zoom Meeting, dipimpin Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D., yang secara resmi menyerahkan sertifikat eliminasi kepada perwakilan daerah.
Bagi Sulawesi Selatan, momen ini mencatatkan sejarah tersendiri. Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) menjadi satu-satunya daerah di Sulsel yang menerima sertifikat eliminasi filariasis tahun ini. Dengan demikian, Sidrap masuk dalam jajaran terbatas hanya tujuh kabupaten/kota di Indonesia yang berhasil keluar dari status endemis (endemicity).
Sertifikat diterima oleh Sekretaris Daerah Sidrap, Andi Rahmat Saleh, mewakili Bupati H. Syaharuddin Alrif, didampingi Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sidrap, Dr. Ishak Kenre.
Meski tak sempat hadir langsung, Bupati Syaharuddin menyampaikan rasa bangganya. “Ini bukan sekadar capaian administratif, tetapi bukti kerja kolektif. Saya menyampaikan terima kasih kepada tenaga kesehatan, aparat desa, tokoh masyarakat, dan seluruh warga Sidrap. Mereka inilah garda depan yang memastikan Sidrap terbebas dari penyakit tropis terabaikan. Sertifikat ini saya persembahkan untuk masyarakat Sidrap,” ujarnya.
Filariasis adalah penyakit parasitik kronis yang disebabkan oleh cacing nematoda seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Parasit ini menyerang sistem limfatik, memicu inflamasi kronis dan berujung pada elephantiasis—pembesaran ekstrem pada tungkai atau organ tubuh.
Menurut Dr. Ishak Kenre, keberhasilan Sidrap tidak datang tiba-tiba. “Sejak 2010, kami melaksanakan mass drug administration (MDA) atau Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM). Program ini dikawal dengan surveillance epidemiology berlapis serta morbidity management and disability prevention (MMDP) bagi kasus yang sudah ada,” jelasnya.
Pada 2018 Sidrap melakukan Pre-Transmission Assessment Survey (Pre-TAS). Tahap ini dilanjutkan dengan tiga kali Transmission Assessment Survey (TAS)—2018, 2021, dan 2024—menggunakan uji antigenemia berbasis standar WHO. “Hasilnya konsisten: nihil kasus. Itu artinya rantai transmisi sudah terputus total,” tegasnya.
Kusta (Hansen’s disease) disebabkan oleh Mycobacterium leprae, bakteri yang menyerang sistem saraf perifer, kulit, dan saluran pernapasan atas. Penyakit ini dapat menyebabkan deformitas permanen bila tidak ditangani. Eliminasi kusta menuntut strategi early case detection serta terapi kombinasi (multi-drug therapy/MDT).
Melalui upaya aktif Dinas Kesehatan bersama jejaring Puskesmas, Sidrap melaporkan nihil kasus aktif baru yang memenuhi kriteria prevalensi WHO (<1 per 10.000 penduduk). Keberhasilan ini mempertegas kemampuan daerah dalam menekan penyakit dengan stigma sosial tinggi.
Frambusia (yaws) adalah infeksi kronis kulit, tulang, dan sendi yang disebabkan oleh Treponema pallidum pertenue, kerabat bakteri penyebab sifilis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak di wilayah tropis dengan sanitasi rendah. Eliminasi dilakukan melalui program mass treatment menggunakan antibiotik tunggal berbasis azithromycin.
Sidrap berhasil menunjukkan tidak adanya kasus baru setelah surveilans berlapis. Uji serologis dan investigasi lapangan mengonfirmasi status bebas transmisi. “Keberhasilan bebas frambusia tidak kalah penting, karena penyakit ini rentan menular di komunitas padat penduduk,” ujar Dr. Ishak.
Tiga sertifikat ini membuktikan bahwa eliminasi penyakit tropis terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs) bisa dicapai dengan disiplin, kolaborasi, dan intervensi berbasis bukti ilmiah. Bagi masyarakat Sidrap, capaian ini adalah warisan kesehatan yang melampaui seremoni formal.
“Penghargaan sejati bukanlah kertas sertifikat, melainkan lahirnya generasi baru yang tumbuh sehat tanpa ancaman filariasis, kusta, maupun frambusia,” pungkas Bupati Syaharuddin.
Editor: Edy Basri