Sidrap, Diskresi.com — Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, mencatat lonjakan signifikan dalam produksi padi pada tahun 2025.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Sidrap, produksi gabah kering giling (GKG) tahun ini mencapai 556.362 ton, naik dari 447.856 ton pada 2024, atau meningkat sekitar 108.506 ton dalam satu tahun terakhir.

Kenaikan ini menempatkan Sidrap di posisi ketiga tertinggi di Sulawesi Selatan setelah Kabupaten Bone (naik 168.530 ton) dan Wajo (161.691 ton). Sementara Kabupaten Pinrang berada di posisi keempat dengan kenaikan 25.981 ton.

Jika dikonversi ke bentuk beras, Sidrap menghasilkan sekitar 319.261 ton beras pada 2025, meningkat dari 256.996 ton pada tahun sebelumnya.

“Ini adalah wajah baru pertanian Sidrap. Pertanian adalah sektor utama, dan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak memajukannya,” kata Bupati Sidrap H. Syaharuddin Alrif, di Pangkajene, Kamis (6/11/2025).

Lonjakan produksi ini disebut sebagai hasil dari serangkaian kebijakan intensifikasi pertanian yang dijalankan selama dua tahun terakhir, termasuk penerapan program IP 300 — sistem tanam tiga kali setahun di lahan produktif.

Program ini diluncurkan sebagai upaya mengoptimalkan potensi lahan pertanian yang mencapai 52.227 hektar di seluruh wilayah Sidrap. Melalui IP 300, petani tidak hanya menanam dua kali dalam setahun seperti sebelumnya, tetapi mampu menambah satu siklus tanam baru dengan manajemen irigasi dan penggunaan varietas unggul.

“Sidrap ini lumbung padi Sulawesi. Kita punya tanah yang subur dan petani yang tangguh. Tugas pemerintah adalah memastikan mereka mendapat dukungan maksimal, mulai dari benih, pupuk, hingga teknologi,” ujar Syaharuddin.

Data produksi padi Sidrap selama enam tahun terakhir menunjukkan dinamika yang cukup tajam. Pada 2019, produksi tercatat sebesar 515.011 ton GKG, namun anjlok menjadi 443.800 ton pada 2020 akibat pandemi Covid-19 dan gangguan cuaca ekstrem.

Setelah itu, tren mulai membaik. Tahun 2021 produksi naik menjadi 480.001 ton, lalu mencapai 535.316 ton pada 2022. Meski sempat menurun di 2023 dan 2024, tahun 2025 menjadi titik balik dengan capaian tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Kepala Dinas Pertanian Sidrap, Ir. Andi Muhammad Faisal, menjelaskan bahwa peningkatan produksi tahun ini tidak lepas dari optimalisasi irigasi dan peningkatan akses petani terhadap pupuk bersubsidi.

“Bupati memberi perhatian besar pada sistem irigasi teknis dan non-teknis. Kita juga dorong kelompok tani agar lebih mandiri dalam pengelolaan air dan pemupukan,” kata Faisal.

Bupati Syaharuddin juga aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah provinsi dan pusat. Dalam dua tahun terakhir, ia beberapa kali bertemu dengan Menteri Pertanian di Jakarta untuk memperjuangkan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), benih unggul, serta program peremajaan lahan.

Langkah ini, menurutnya, penting untuk memperkuat basis produksi sekaligus menjaga regenerasi petani muda di daerah.

“Pertanian bukan hanya sektor lama yang kita rawat karena nostalgia, tapi sektor masa depan. Anak-anak muda Sidrap harus melihat bahwa bertani juga bisa modern, bisa menguntungkan,” ujar Syaharuddin.

Ia menegaskan, pembangunan pertanian di Sidrap bukan semata soal hasil panen, melainkan tentang ketahanan pangan dan martabat daerah.

“Selama ini kita dikenal sebagai lumbung padi Sulawesi. Maka lumbung itu harus tetap penuh, bahkan melimpah. Ini soal identitas Sidrap,” ucapnya.

Dengan peningkatan signifikan tersebut, Sidrap kini menegaskan kembali posisinya sebagai salah satu sentra padi terbesar di Indonesia Timur.

Dari total produksi gabah tahun ini, sebagian besar berasal dari kecamatan-kecamatan produktif seperti Watangpulu, Pitu Riawa, Baranti, dan Tellu Limpoe. Daerah-daerah ini menjadi fokus penerapan teknologi pertanian presisi serta pelatihan petani milenial.

Pemerintah daerah juga tengah mengembangkan sistem pascapanen dan rantai pasok agar nilai jual beras Sidrap semakin kompetitif.

“Petani tidak boleh berhenti di panen. Mereka harus sampai ke tahap nilai tambah, penggilingan, dan pemasaran. Kita ingin Sidrap punya brand beras sendiri,” kata Faisal menambahkan.

Bagi warga Sidrap, keberhasilan ini menjadi kebanggaan tersendiri. Selain sebagai indikator keberhasilan pembangunan daerah, peningkatan produksi padi juga berdampak langsung terhadap perekonomian desa.

Salah satu petani di Desa Mojong, Abdul Rahman, mengaku hasil panennya tahun ini meningkat hampir 30 persen dibanding tahun sebelumnya. Ia menyebut, bantuan irigasi dan pendampingan penyuluh sangat membantu petani mengatur pola tanam.

“Dulu kita cuma tanam dua kali. Sekarang bisa tiga kali setahun. Air cukup, pupuk lancar, dan hasilnya bagus,” ujarnya.

Dengan capaian ini, Kabupaten Sidrap kini disebut-sebut sedang memasuki era kebangkitan pertanian baru, setelah beberapa tahun mengalami pasang surut produksi.

“Sidrap tidak hanya tumbuh dari padi, tapi juga dari semangat petaninya,” ujar Syaharuddin menutup. (*)